Monthly Archives: Februari 2010

Membangun Karakter

Disiplin diri merupakan hal penting dalam setiap upaya membangun dan membentuk karakter seseorang. Sebab karakter mengandung pengertian:
(1) Suatu kualitas positif yang dimiliki seseorang, sehingga membuatnya menarik dan atraktif;
(2) Reputasi seseorang; dan
(3) Seseorang yang unusual atau memiliki kepribadian yang eksentrik.
Akar kata karakter dapat dilacak dari kata Latin kharakter, kharassein, dan kharax, yang maknanya “tools for marking”, “to engrave”, dan “pointed stake”. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Perancis caractere pada abad ke-14 dan kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi character, sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia karakter. Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga `berbentuk’ unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Ibarat sebuah huruf dalam alfabet yang tak pernah sama antara yang satu dengan yang lain, demikianlah orang-orang yang berkarakter dapat dibedakan satu dengan yang lainnya (termasuk dengan yang tidak/belum berkarakter atau `berkarakter’ tercela).
Tentang proses pembentukkan karakter ini dapat disebutkan sebuah nama besar : Helen Keller (1880-1968). Wanita luar biasa ini–ia menjadi buta dan tuli di usia 19 bulan, namun berkat bantuan keluarganya dan bimbingan Annie Sullivan (yang juga buta dan setelah melewati serangkaian operasi akhirnya dapat melihat secara terbatas) kemudian menjadi manusia buta-tuli pertama yang lulus cum laude dari Radcliffe College di tahun 1904– pernah berkata: “Character cannot be develop in ease and quite. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved”. Kalimat itu boleh jadi merangkum sejarah hidupnya yang sangat inspirasional. Lewat perjuangan panjang dan ketekunan yang sulit dicari tandingannya, ia kemudian menjadi salah seorang pahlawan besar dalam sejarah Amerika yang mendapatkan berbagai penghargaan di tingkat nasional dan internasional atas prestasi dan pengabdiannya (lihat homepage http://www.hki.org). Helen Keller adalah model manusia berkarakter (terpuji). Dan sejarah hidupnya mendemonstrasikan bagaimana proses membangun karakter itu memerlukan disiplin tinggi karena tidak pernah mudah dan seketika atau instant. Diperlukan refleksi mendalam untuk membuat rentetan moral choice (keputusan moral) dan ditindaklanjuti dengan aksi nyata sehingga menjadi praksis, refleksi, dan praktik. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang.
Selanjutnya, tentang nilai atau makna pentingnya karakter bagi kehidupan manusia dewasa ini dapat dikutip pernyataan seorang Hakim Agung di Amerika, Antonin Scalia, yang pernah mengatakan: “Bear in mind that brains and learning, like muscle and physical skills, are articles of commerce. They are bought and sold. You can hire them by the year or by the hour. The only thing in the world NOT FOR SALE IS CHARACTER. And if that does not govern and direct your brains and learning, they will do you and the world more harm than good”.
Scalia menunjukkan dengan tepat bagaimana karakter harus menjadi fondasi bagi kecerdasan dan pengetahuan (brains and learning). Sebab kecerdasan dan pengetahuan (termasuk informasi) itu sendiri memang dapat diperjualbelikan. Dan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa di era knowledge economy abad ke-21 ini knowledge is power.
Masalahnya, bila orang-orang yang dikenal cerdas dan berpengetahuan tidak menunjukkan karakter (terpuji), maka tak diragukan lagi bahwa dunia akan menjadi lebih dan semakin buruk. Dengan kata lain ungkapan knowledge is power akan menjadi lebih sempurna jika ditambahkan menjadi–meminjam sebuah iklan yang pernah muncul di Harian Kompas– knowledge is power, but character is more.
Demikianlah makna penting sebuah karakter dan proses pembentukkannya yang tidak pernah mudah melahirkan manusia-manusia yang tidak bisa dibeli. Ke arah yang demikian itulah pendidikan dan pembelajaran – termasuk pengajaran di institusi formal dan pelatihan di institusi nonformal–seharusnya bermuara, yakni membangun manusia-manusia berkarakter (terpuji), manusia-manusia yang memperjuangkan agar dirinya dan orang-orang yang dapat dipengaruhinya agar menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang utuh atau memiliki integritas.[aha]
Sumber: Membangun Karakter oleh Andrias Harefa, seorang trainer dan penulis 30 buku laris.

“KISAH PEMUDA”

Ada seorang pemuda yang tengah berjalan- jalan ditepi hutan untuk mencari udara segar, ketika dia tengah berjalan, tiba -tiba terdengarlah bunyi auman suara harimau… Auuuummmm….!!!!! Seekor harimau yang sedang lapar dan mencari mangsa untuk mengisi perutnya dan tiba-tiba sudah berada dihadapan pemuda . Pemuda tadi karena takut, diapun berlari semampu dia bisa, Harimau yang sedang lapar tentunya tidak
begitu saja melepas mangsa empuk di depan matanya, harimau itupun mengejar pemuda tadi. Ditengah kepanikkannya, pemuda tadi masih sempat berdoa, agar diselamatkan dari terkaman harimau, rupanya doanya dikabulkan, dalam pelariannya dia melihat sebuah umur tua. Terlintas dibenaknya untuk masuk kedalam sumur itu,..karena harimau pasti tidak akan mengejarnya ikut masuk kesumur tersebut.
Beruntungnya lagi ternyata sumur tersebut ditengahnya ada tali menjulur ke bawah, jadi pemuda tadi tidak harus melompat yang mungkin saja bisa membuat kakinya patah karena dalamnya sumur tersebut. Tapi ternyata tali itu pendek dan takkan sanggup membantu dia sampai kedasar sumur, hingga akhirnya dia bergelayut ditengah-tengah sumur, ketika tengah bergelayut dia menengadahkan mukanya keatas ternyata harimau tadi masih menunggunya dibibir sumur, dan ketika dia menunduk kebawah, terdengar suara kecipak air,..setelah diamati ternyata ada 2 ekor buaya yang ganas yang berusaha menggapai badannya.
Ya Allah bagaimana ini, diatas aku ditunggu harimau, dibawah buaya siap menerkamku, ketika dia tengah berpikir caranya keluar, tiba-tiba dari pinggir sumur yang ada lobangnya keluarlah seekor tikus putih ..ciiit…ciiit… ….ciit…yang naik meniti tali pemuda tadi dan mul ai menggerogoti tali pemuda tadi,..belum hilang keterkejutannya dari lobang satunya lagi muncul seekor tikus hitam yang melakukan hal sama seperti tikus putih menggerogoti tali yang dipakai pemuda tuk bergelantungan. Waduh …jika tali ini putus, .habislah riwayatku dimakan buaya..!!! cemas dia berpikir,…jika aku naik keatas ….sudah pasti harimau menerkamku,. ..jika menunggu disini…lama-lama tali ini akan putus dan buaya dibawah siap menyongsongku… saat itulah dia mendengar dengungan rombongan lebah yang sedang mengangkut madu untuk dibawa kesarang mereka,..dia mendongakkan wajahnya keatas..dan tiba-tiba jatuhlah setetes madu dari lebah itu langsung tertelan ke mul ut pemuda tadi. Spontan pemuda tadi berkata…Subhanallah ..Alangkah manisnya madu ini,..baru sekali ini aku merasakan madu semanis dan selezat ini…!!! Dia lupa akan ancaman buaya dan harimau tadi.
Tahukah kamu, inti dari cerita diatas…??? Pemuda tadi adalah kita semua, harimau yang mengejar adalah maut kita, ajal memang selalu mengejar kita. Jadi ingatlah akan mati. Dua ekor buaya adalah malaikat munkar dan nakir yang menunggu kita di alam kubur kita nantinya. Tali tempat pemuda bergelayut adalah panjang umur kita,..jika talinya panjang maka pendeklah umur kita, jika talinya pendek maka panjanglah
umur kita. Tikus putih dan tikus hitam adalah dunia kita siang dan juga malam yang senantiasa mengikis umur kita. Diibaratkan di cerita tadi tikus yang menggerogoti tali pemuda. Madu setetes adalah nikmat dunia yang hanya sebentar. Bayangkan madu setetes tadi masuk ke mul ut pemuda,…sampai dia lupa akan ancaman harimau dan buaya,..begitulah kita, ketika kita menerima nikmat sedikit, kita lupa kepada Allah. Ketika susah baru ingat kepada Allah..

“AKU HANYALAH LELAKI AKHIR ZAMAN YANG PUNYA CITA-CITA”

Surabaya 4 Februari 2010 / 19 Safar 1431
Menurut surat akte kelahiran ku, saat ini aku berusia 20 tahun. Yah benar 20 tahun…dengan seizin Allah Febri bisa merasakan nikmat dunia di usianya yang keduapuluh tahun, karena tanpa seizin-Nya seorang Febri tidak akan bisa merasakan nikmat itu. Banyak nikmat Allah yang sudah diberikan kepada ku, dan ku rasa apabila nikmat itu dituliskan dengan tinta sebanyak lautan samudra tidak cukup untuk menuliskannya semua. Saya sangat bersyukur sekali diusia ku yang sudah berkepala dua ini, Allah masih mengijinkan ku bersama dengan orang-orang yang menyayangiku. Febri juga mengucapkan banyak terima kasih kepada orang yang paling berjasa dalam hidup ku, yaitu bapak dan ibu yang selalu ada dalam siang dan malam ku.

Waktu kecil (kalau boleh saya katakan Febri kecil) hanyalah seorang anak kecil yang pemalu dan penakut. Dan orang-orang katakan,, Febri kecil sangatlah patuh kepada kedua orang tua. Syukurlah kalau orang lain menilai ku dari sisi positif ku. Tetapi ku anggap itu hanya pujian biasa yang sering diucapkan seseorang yang lebih tua kepada seorang anak yang lebih muda.
Dengan segenap cinta kasihnya,, kedua orang tua ku mendidik ku dengan penuh kasih sayang. Karena aku adalah anak bungsu dari empat bersaudara maka tak jarang aku sering dimanaja oleh kakak dan orang tua ku, meskipun aku tak suka dimanja. Aku tetaplah anak yang gak suka neko-neko. Banyak teman-teman ku mengatakan aku bukanlah seorang anak lelaki yang pemberani, tapi tak apalah itukan pendapat mereka tentang ku. Bagiku yang penting aku mengikuti apa kata orang tua katakan.
Hari demi hari seorang Febri kecil pun tumbuh menjadi seorang Febri remaja…jumlah teman pun bertambah banyak dan area untuk bermain ku semakin luas, dan tak jarang pula orang tua ku berkali-kali mengingatkan ku jangan sampai salah untuk memilih teman.
***
Suatu ketika saya sadar bahwa nantinya aku tidak akan selamanya menjadi seoarang Febri remaja apalagi Febri kecil yang selalu dimanjakan oleh kakak-kakak dan kedua orang tua ku hingga aku berpikir suatu saat nanti aku akan menjadi seorang Febri dewasa yang tak lagi kenal dengan yang namanya manja. Febri nantinya akan menjadi seorang yang mandiri. Dan sejak itu pula seorang Febri mulai memikirkan tujuan hidupnya, hingga suatu hari sempat terpikirkan untuk ssebuah citi-cita untuk “Menyempurnakan Rukun Islam bersama Kedua Orang Tua Ku” dan hingga saat ini saya jadikan itu sebagai visi hidup ku yang utama. Yang ku inginkan adalah suatu saat nanti aku bersama kedua orang tuaku bisa menapakkan kaki ini di depan Baitullah. Mudah-mudahan Allah memperkanankan semua itu. Amien . . .
***
Sampai maut menjemput pun Febri hanyalah seorang manusia biasa yang setiap harinya hidup dalam kesederhanaan. Tetapi dengan segala kesederhanaan itu aku berharap suatu saat nanti aku bisa menjadi orang yang luarbiasa dan Aku mempunyai keeninginan menyekolahkan 6 keponakanku yang saat ini masih balita. Ku ingin mewujudkan mimpiku itu karena aku merasa berhutang budi kepada ketiga kakak ku yang selama ini banyak membantu ku hingga usiaku yang keduapuluh. Memang itu bukan kewajibanku untuk menyekolahkan keponakanku,,tapi ku lakukan itu karena ku sayang kepada mereka. Mudah-mudahan apa yang telah diperbuat kakak-kakak ku selama ini Allah jadikan tambahan amal ibadahnya. Amiien . . .
***
Selain itu, ada banyak lagi impian ku yang ingin suatu saat nanti menjadi sebuah realita yang nyata dalam hidupku. Aku ingin jika lulus nanti aku mendapatkan pekerjaan yang ku inginkan dan sejalan dengan bidang ku dan bergabung dengan sebuah lembaga traiing motivation sebagai seorang trainer.
Untuk merealisasikan mimpi-mimpi ku itu, aku harus optimis meskipun untuk saat ini roda kehidupanku berada dibawah dan aku yakin suatu saat nanti roda kehidupanku akan berada di puncak kesuksesan.
Seorang Febri hanyalah manusia biasa,sama seperti orang yang lain Aku hanyalah LELAKI AKHIR ZAMAN YANG PUNYA CITA-CITA. Mudah-mudahan Allah mengijinkan ku merealisasikan mimpi ku itu. Amin …

Salam Persahabatan . . .